Lestarikan Pelile’an (Tarsius Belitung)


Lestarikan Pelile’an (Tarsius Belitung)
Pelile'an
Tarsius atau tangkasi oleh masyarakat Belitung disebut Pelile’an, sementara di Bangka disebut Mentiling atau juga Beruk Puar, di Sumatera disebut Kera Buku atapun Binatang Hantu

Ciri Khas

Tarsius merupakan salah satu jenis primata terkecil didunia yang unik. Secara umum dicirikan mempunyai mata besar dan telinga yang lebar dibandingkan dengan ukuran kepalanya. Tarsius dapat memutar kepalanya hampir 180 derajat dan dapat melihat ke belakang tanpa mengubah posisi tubuhnya. Ekornya panjang hampir dua kali lipat panjang tubuhnya.

Kaki merupakan bagian istimewa dari jenis tarsius, bahkan nama yang diberikan ada kaitannya dengan adanya ciri khas dari kaki (tarsus). Panjang kaki jauh lebih panjang bila dibandingkan dengan panjang tangan atau panjang tubuhnya. Hal ini berkaitan dengan cara bergeraknya, yaitu meloncat.

Perilaku

Tarsius keluar mencari makan dan melakukan aktivitas lainnya pada malam hari (nocturnal), hidup di pohon biasanya pada ketinggian 0,5 sampai 2 meter. Pergerakannya semi menggantung serta meloncat.
Loncatannya dapat berupa loncatan tunggal maupun ganda dan dapat mencapai 3 meter atau lebih. Tarsius sering membuang air kencing pada saat pindah pohon, sebagai tanda daerah jelajahnya. Pada siang hari tidut dibawah kerimbunan daun dan tidak membuat sarang. Penggunaan daerah jelajah tarsius jantan sekitar 8 hingga 11 hektar, sedangkan betina lebih kecil antara 2 sampai 5 hektar.

Status Konservasi

Semenjak tahun 1931, tarsius sudah dilindungi berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar Nomor 266 tahun 1931, diperkuat dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990, serta SK Menteri Kehutanan Nomor 31/Kpts-II/1991 yang dikeluarkan tanggal 10 Juni 1991. Tarsius juga termasuk dalam daftar hewan yang dilarang diperdagangkan dalam Daftar Appendix II CITES.Meskipun demikian IUCN (International Union for Conservation of Nature anda Natural Resources), lembaga dunia yang mengurusi perlindungan alam, masuk memasukkan tarsius khususnya tarsius Belitung , dalam kategori kurang data (data deficient). Hal ini berarti masih diperlukan penelitian-penelitian untuk melengkapi data tersebut sehingga dapat ditingkatkan status konservasinya.

Bagaimana Tarsius Belitung dapat Bertahan Hidup
Tarsius telah banyak kehilangan habitat awalnya. Hutan-hutan primer sudah tidak ada lagi, ditebang untuk diambil kayunya, dijadikan lahan perkebunan, baik perkebunan lada oleh masyarakat maupun perkebunan sawit dalam skala besar, serta pembukaan lahan untuk tambang timah inkonvensional. Primata ini juga sering diperjualbelikan atau bahkan ditembak oleh masyarakat yang pergi berburu, sekedar membuang sial ataupun melepas peluru pada senapan anginnya. Padahal tarsius sama sekali tidak pernah mengganggu ataupun merugikan manusia, pun sama sekali tidak mendatangkan kesialan seperti yang selama ini diyakini oleh penduduk yang pergi berburu.

Kewajiban kitalah sebagai masyarakat pemilik kekayaan alam ini menjaga dan melestarikan hewan yang hanya hidup di daerah kita ini. Keunikan dan penampilannya yang eksotis dapat menjadi daya tarik ekowisata dan sedikit banyak dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

The Fuffor-Small Grant For Nature Conservation, Universitas Sriwijaya dan Universitat Gronigen turut mempublikan tulisan ini yang dikemas dalam brosur pelestarian tarsius.

Oleh : 
Indra Yustian dalam belitungkab.go.id
 

Comments

Popular posts from this blog

Kayu Petaling dan Simpor Laki

Sekilas Bangka Belitung

Sejarah Belitung 3